TULISAN 2
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :
Dimas Ichsan W 22211117
Alif Rahman S.
20211605
Rendy Indra
28211367
Masa Bangun 24211341
KELAS : 1EB25
KELOMPOK : 4
UNIVERSITAS GUNADARMA
APRIL 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Perbankan
merupakan suatu sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran
yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai
penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional. Dalam upaya mendukung kesinambungan dan
peningkatan pelaksanaan pembangunan, lembaga perbankan telah menunjukan
perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan pembangunan di Indonesia dan perkembangan
perekonomian Internasional serta sejalan dengan peningkatan kebutuhan
masyarakat akan jasa perbankan yang tangguh dan sehat.
Perbankan
dengan prinsip syariah lahir dengan dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat
khususnya sebagian umat Islam Indonesia terhadap bank tanpa bunga, kelahiran
bank syariah di Indonesia yang menggunakan sistem bank tanpa bunga telah
membawa pengaruh yang signifikan terhadap sistem perbankan Indonesia. Konsep
bunga pada bank konvensional oleh sebagian umat Islam Indonesia dianggap
sebagai riba terlebih lagi dengan adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
tentang haramnya bunga bank.
Perkembangan
perbankan syariah ditandai dengan disetujuinya Undang Undang Nomor 10 tahun
1998 yang merupakan revisi dari Undang-Undang dengan rinci menjelaskan bahwa
landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah, Undang-Undang tersebut juga menjadi arahan
bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi
diri secara total menjadi bank syariah, seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, pasal 6 huruf m yang berbunyi: "Menyediakan
pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia"
Selain itu
yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut:
“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan
atau biasa disebut dengan kredit berdasarkan prinsip bagi hasil mudharabah, penyertaan modal musharakah, prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan murabahah,
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ijarah atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina)”
BAB 2
ISI
SEJARAH BANK SYARIAH
Ide pendirian bank syariah di
Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana pembicaraan mengenai bank syariah
muncul pada seminar hubungan Indonesia – Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada
tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu
Kemasyarakatan ( LSIK ) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat
internasional,gagasan untuk mendirikan Bank Islam terdapat dalam konferensi
negara – negara islam di Kuala Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27
April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan
beberapa hal yaitu :
ü
Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum
untung dan rugi, jika ia tidak termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak
hukumnya haram
ü
Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang
bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin.
ü
Sementara menunggu berdirinya Bank Islam,
bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika
benar-benar dalam keadaan darurat.
Gagasan berdirinya Bank Islam di
Indonesia lebih konkret pada saat lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada
tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis
Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu,
MUI membentuk suatu Tim Steering Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz.
Tim ini bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
berdirinya Bank Islam di Indonesia. Tim Mui ternyata dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, tebukti dalam waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank
Islam tersebut, dukungan umat Islam dari berbagai pihak sangat kuat. Setelah
semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1 November 1991 dilakukan
penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya
Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H dengan izin Menteri Kehakiman
No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin prinsip Surat Menteri Keuangan
Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 BMI bias memulai
operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya.
Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
PENGERTIAN PERBANKAN
SYARIAH
Pengertian
bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur
Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan
istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk
sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan
syariah berbeda, namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank
Syari'ah mempunyai pengertian yang sama.
Dalam
RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya,
pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut,
Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara
operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan
alquran dan al hadist.
TUJUAN PERBANKAN SYARIAH
Ada beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para
ilmuwan dan para professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari'ah. Menurut Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para banker Muslim beranggapan
bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial berdasarkan pada
instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk
mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak
beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam suatu
wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer bank
Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim yang patuh,
tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah
semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan
instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
CIRI-CIRI PERBANKAN SYARIAH
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari'ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut.
a)
Beban biaya yang telah disepakati pada waktu
akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak
kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
b)
Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk
melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat
pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir.
c)
Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak
menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang
ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk
jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit
and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan
keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan
pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al
ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.
d)
Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito
atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan
bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana
pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah
hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return).
Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena
sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.
e)
Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau
sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat
menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada
umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan
barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.
f)
Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi
bank dari sudut syari'ah.
g)
Bank
Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah
tersebut tercantum dalam fiqih Islam
h)
Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa
beban murni yang bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk
mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
i)
Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah
yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang
telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai
dengan perjanjian.
Selain karakteristik diatas, Bank
Syari'ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·
Dalam Bank Syari'ah hubungan bank dengan nasabah
adalah hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal)
dengn investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama
untuk yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual
invesment relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif
antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.
·
Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu
oleh Bank Syari'ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang
produktif (larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai
sebagian kecil masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang
adil (konsep usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan
menjunjung tinggi moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan
tidak sesuai dengan nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan
lain-lain.
·
Kegiatan uasaha Bank Syari'ah lebih variatif
disbanding bank konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa
beli serta menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan
prinsip-prinsip syari’ah.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH di
INDONESIA
Untuk
memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi
serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak
Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya,
berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi
aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait,
trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan
perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak
terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia
(ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga
keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services
Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan
perbankan syariah diarahkan untuk memberikan permasalahan terbesar bagi
masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh
karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu
kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan
Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah
merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam
skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran
pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan
prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam
kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan
syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam
aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya
integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka
pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar
domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan
Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi
memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada
akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia
adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi
seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang
menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang
dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang
dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi
sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya
dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan
senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI
INDONESIA
Deputi Gubernur Bank
Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan pertumbuhan industri perbankan syariah
dapat meningkat hingga 15 persen dalam lima tahun mendatang. Walaupun
pertumbuhan yang saat ini baru mencapai 3,9 persen dari total aset perbankan
nasional, banyak kalangan melihat perbankan syariah nasional akan terus tumbuh
mengingat situasi perekonomian Indonesia saat ini sangat mendukung peningkatan
investasi dalam sektor tersebut.
Perjalanan Bank
syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI)
pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan perbankan
dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank syariah baru
mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank
Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI yang
baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada.
Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati dengan bank syariah dan
mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam bidang perbankan syariah
bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk baik dengan
mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah sepenuhnya maupun
hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Hingga saat itu
perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat terbilang cukup pesat,
apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat pengembangan industri
perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan
akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.Untuk mengetahui seberapa
besar perkembangan perbankan syariah selama 5 tahun terakhir, mari kita lihat
tabel di bawah ini :
Tabel
Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (milyar rupiah)
|
|
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jan
2012
|
26.722
36.538
49.555
66.090
97.519
145.467
143.888
|
Menurut data Bank
Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia
dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun tumbuh 46
persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Prospek perbankan
syariah terlihat sangat cerah, apalagi Professor of Banking and Financial
Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan industri
perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak terkait dengan
mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Di tahun 2010 pertumbuhan aset perbankan
syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900 miliar dolar
AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, seharusnya,
pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat dan tumbuh
secara signifikan. Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh semua
pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah
antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan
inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan untuk kebutuhan
masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta edukasi kepada
masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung dengan sarana
infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah serta
peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya iklim
dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip
kehati-hatian. Di dalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di
dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki
tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi
terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank
yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.
Bank syariah adalah bank atau tempat
penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank
ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama
Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan yang diterapkan mengikuti hukum
perekonomian Islam, yaitu bank syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar